Sang Guru Panggung
(Kepada Bapak Fahmi
Syariff)
Makasssar, 5 oktober
2012
Duduk
menyudut di sisi pintu
Tunduk
dikusai kertas berjilid
Berakting
bagai sang kutu buku
Sesekali
meneguk segelas kopi
Wajah
sedikit kusam
Keriput
bergaris menonjol
Maklum
Dia sudah Pensiun....
Baju tetap berzaman
Celana hitam panjang tetap modis
Cukuran belah samping berminyak
tipis
Rambut hitam berpangkal putih
Maklum dia sudah berumur.....
Berkarya
karena dendam
Sederetan
karya tercipta
Di atas
karya panggung
Hidupkan
karya abadi
Mengalirkan
puji dalam karyanya
Dia yang mengajarkanku keteguhan
“Ayo
kita jalan saja tanpa uang”
Dia yang mengajarkanku keikhlasan
“ya..sudahlah,
dibayar-tidak dibayar kita tetap main”
Dia yang mendidik kedisiplinan
“hei...terlambat..tutup
pintu dari luar”
Dia yang mendidik perlawanan
“mau
itu kek, siapakah kek, tidak ada urusan sama saya”
Dia yang mengajarkanku mengeluh
“ceh..ceh..ceh..
panasnya ruangan, ini pajangan atau aksesoris saja, mengganggu konsentrasi mengajar”
Dia yang mengajarkanku berhati-hati
“yang
itu sama saja tapi ingatko, walaupun sama tapi kau jangan salah pilih”
Dia
yang melatihku suara perut
“a...a..i..i..u..u..e..e..o.o..”
Dia guru dengan tawanya yang khas
“ah..ah..ah..ih..ih..ih...ekhey..ekhey..ekhey....
Dia
mengajarkanku karya
“bahwa
karya itu adalah proses, bukan hasilnya.hasil itu belakangan.
Sosoknya
boleh tua
Tapi
semangatnya belum padam
Dalam
menegakkan keyakinan
Dalam
mengobarkan kesenian
Dalam
aktual pemikirannya
Memberontak
dari kemunafikan
Keluar...keluar...keluar...
Menampilkan
sosok muda yang haus akan kereatifitas...
Dialah
sang guru panggung
membongkar
dengan ko nsistensi
diri.